Dalam
perspektif hukum, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditangkap, ditahan,
ditahan dan atau dihadapkan dimuka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memiliki kekuatan
hukum tetap (Presumption of innocence).
Hal demikian berlaku juga bagi pelaku dan
pihak-pihak lain yang diduga terkait kasus asuusila “daging 80 jt” yang saat
ini sedang ditangani Polda Jawa Timur.
Hal
tersebut sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan dipengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tindakan
Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan di Mapolda Jatim (11/1/2019)[1] menyampaikan
informasi secara terbuka kepada Pers dengan menyebutkan nama lengkap dan profesi
ke-enam orang yang diduga terkait prostitusi online (awalnya rilis
inisial, kemudian menyebutkan nama)[2] adalah tindakan
sewenang-wenang sebagai pejabat negara. bahkan menyebut secara vulgar nama VA,
yang notabene masih sebagai saksi, akan ditingkatkan menjadi terssangka.[3] Dilain sisi, informasi
tersebut menjadi santapan empuk rekan-rekan Pers dan disampaikan secara vulgar
kepada masyarakat, baik tulisan nama secara lengkap maupun foto/gambar melalui
medianya masing-masing.
Informasi
tersebut beredar cepat, opini pun terbentuk dan mendapat tanggapan beragam dari
masyarakat. Mulai dari mencemo’oh, bahan lelucon, meme, dll, dan ramai
diperbincangkan di media sosial. Bahkan opini yang terbentuk mengarah pada
justifikasi (menghakimi). Sementara belum tentu mereka yang diduga terlibat itu
benar menurut hukum terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan
pidana dimaksud. Faktanya saat ini, kasus masih dalam proses penyidikan dan
belum satupun diputuskan bersalah oleh pengadilan. Dimana sebagian lagi berstatus
sebagai saksi.
Bahkan
bila mengacu pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, menegaskan bahwa saksi dan korban berhak atas kerahasiaan identitasnya. Bahkan saksi
pelaku, pelapor dan saksi ahli pun mempunyai hak yang sama. Mengenai hak
tersebut diberikan berdasarkan putusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Benar
menurut hukum bahwa Polri berkewajiban mengungkap suatu peristiwa pidana dan
menyerahkannya kepada penuntut umum untuk dihadapkan dimuka pengadilan. Karena Polri
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan kamtibmas,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal
2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU Polri). Disamping itu Polri merupakan
alat negara yang berperan dalam memelihara kamtibmas, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 UU Polri).
Polri
memiliki tugas pokok sebagaimana dimaksud Pasal 13 (khusus huruf b – penegakan
hukum) s/d Pasal 14 (khusus huruf g – berkenaan dengan tindak pidana), dan
untuk melaksanakannya Polri diberi wewenang sebagaimana ketentuan Pasal 15 s/d
16 UU Polri. Adanya kewenangan berdasarkan atribusi ini, penyidik memiliki “kekuasaan”
untuk melakukan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dll guna
kepentingan penyidikan (lidik dan sidik) sesuai UU Polri, KUHAP, serta
peraturan teknis lainnya. Atas dasar inilah polisi dapat bertindak atau
mengambil tindakan hukum khusunya terhadap pelaku dan pihak-pihak terkait kasus
asusila “jual beli daging 80 jt.”
Kemudian,
benar menurut hukum bahwa pers nasional berfungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Pers nasional memiliki hak untuk
mencari, memperoleh, menyebarkan gagasan dan informasi, pers nasional bebas
dari pembredelan, penyensoran dan pelarangan siaran. Bahkan dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan dihadapan hukum, wartawan punya hak tolak.
Kesemua itu sebagai wujud kemerdekaan pers sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kemerdekan itu memberikan “kekuasaan” kepada
Pers menjalankan fungsi jurnalistiknya, diantaranya adalah menyampaikan
informasi kepada masyarakat sebagai bagian dari hak asasi warga Negara.
Berpijak
pada konstitusi, Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaats) sebagimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai negara
hukum maka segala sesuatu itu dilakukan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan
kekuasaan (Machtsstaats). Hal ini
dapat diartikan bahwa segala sesuatu tindakan Polri maupun Pers harus
berdasarkan hukum, dan sesuai asas
equality before the law (Pasal 27 UUD 1945) bahwa segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Kemudian,
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil sertal perlakuan yang sama di hadapan hukum, dan setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi (Pasal 28 D ayat (1 )dan Pasal 28 G ayat (1) UUD
1945). Ini menunjukan bahwa adanya pengakuan dan jaminan perlindungan hukum
sebagai HAM oleh Negara. Hak ini melekat pada diri mereka-mereka yang terkait
kasus asusila “daging 80 jt.”
Tanpa
mengambaikan prosedur hukum yang telah ditempuh kepolisian dalam mengungkap
kasus, sepatutnya kepolisian sebagai sumber
informasi penanganan perkara asusila tidak membuka identitas saksi / saksi
korban sebagaimana pelaku (mucikari), termasuk mereka yang masuk dalam daftar
45 model dan 100 artis,[4] cukup menyebut inisial
saja. Membuka identitas akan memberi dampak dan berpotensi menimbulkan stigma
negatif dimasyarakat. Tentunya ini melanggar hak-hak dan kepentingan hukum
tersangka, saksi / saksi korban dan keluarganya. Sementara Polri dalam
melaksanakan tujuannya sebagaimana dimaksud Pasal 4 UU Polri berkewajiban
menjunjung tinggi HAM (lihat juga,
Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri).
Sementara
Pers, meskipun diberikan kebebasan dalam menjalankan fungsinya akan tetapi
dalam menyampaikan peristiwa dan opini wajib menghormati norma-norma agama,
rasa kekesusilaan masyarakat dan asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1 UU
No. 40 Tahun 1999 tenang Pers, UU Pers). Hal demikian juga bagian dari etika
jurnalistik yang wajib dijunjung tinggi oleh Pers.
Menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat adalah kewajiban Pers, akan tetapi tidak boleh juga mengabaikan kaedah lainnya. Pers bukan sekedar penyampai berita, akan tetapi juga media pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Pemberitaan pers atas kasus ini tidak mencerminkan itu. Bahkan menurut Machyudin Agung Harahap[5], Pers dewasa ini juga berfungsi membentuk pendapat umum.
Identitas,
profesi dan bahkan foto / gambar mereka yang terkait kasus asusila disampaikan
secara terbuka kepada publik. Hal demikian berpotensi menimbulkan stigma negatif bagi diri pelaku, saksi /
saksi korban dan keluargnya sementara perkara baru begulir dan belum ada
keputusan hukum berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijs) yang menyatakan bersalah.
Ini
buruk bagi penegakan hukum dan kemerdekaan pers di Indonesia. Polri yang seharusnya
bertindak berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi HAM justru melanggar hukum
dan HAM, rasa kesusilaan masyarakat, dan mengabaikan asas praduga tak bersalah.
Demikian pula Pers. Bahkan Pers yang seharusnya sebagai kontrol sosial terhadap tindakan aparat penegak hukum, justru ikut melanggar hukum dan melanggar kode etik jurnalis. Dilain sisi, Dewan Pers dan Komisi Penyiaran diam ditempat tanpa ada tindakan apapun terhadap Pers yang kebablasan.
Mengutip
pendapat ahli :[6]
Power tends to corrupt and absolute tends
to corrupt absolutely. (Kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang mutlak cenderung
untuk korupsi secara mutlak pula). Adegium ini
berlaku universal, baik di Timur maupun di Barat. Kekuasaan memang mengandung
dua sisi sekaligus, yakni sisi positif dan negatif. Dikatakan positif karena kekuasaan yang baik
sangat efektif menegakan hukum dan keadilan secara bermartabat. Kekuasaan juga mengandung unsur negatif yakni manakala kekuasaan
diarahkan kepada bentuk kesewenang-wenangan dan kedzaliman.
Dengan
begitu besarnya kewenangan Polri dalam penegakan hukum dan bebasnya Pers dalam
menjalan fungsi jurnalis, keduanya berpotensi “korup.” Untuk itu Polri dituntut
profesional, taat hukum, menjunjung tinggi etika profesi. Demikian pula Pers, dan
dalam menyampaikan berita dan opini wajib menghormati norma-norma agama, rasa
kekesusilaan masyarakat dan asas praduga tak bersalah. Bilamana Polri dan Pers “korup,”
tidak dapat digambarkan apa yang bakal terjadi dikemudian hari. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadinya kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum
dan lacurnya, hal demikian diamini Pers. Opini pembenaran dibentuk, dan tak ada
lagi kontrol sosial.
Semoga
hal demikian tidak terjadi. Penulis masih meyakini bahwa Polri masih mampu
bertindak profesional, taat hukum, dan dalam penanganan perkara pidana mengedepankan
asas praduga tak bersalah.. Demikian pula Pers, mampu melaksanakan amanat UU
Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Harapannya kedepan,
Polri dan Pers lebih bijaksana dalam menyampaikan informasi untuk kepentingan
publik, taat pada aturan hukum yang berlaku, dalam menyampaikan informasi kasus asusila haruslah memperhatikan kaedah-kaedah yang berlaku di masyarakat, dan
tiada lagi kesewenang-wenangan menjalakan “kekuasaannya.”
Referensi :
- Machyudin Agung Harahap, Kapitalisme Media – Ekonomi Politik Berita dan Diskursus Televisi, Aura Pustaka, Yogjakarta, 2013, hal. 19-11.
- Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Edisi Pertama Cetakan ke–3, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 30.
- https://www.youtube.com/watch?v=YfAxCsKqzAY, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.10 Wib.
- https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2019/01/11/rilis-terbaru-polda-jatim-nama-nama-artis-terlibat-prostitusi-online/, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.01 Wib.
- https://www.youtube.com/watch?v=M7806X6dm4w, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.23 Wib.
- http://jabar.tribunnews.com/2019/01/12/ini-enam-sosok-dan-foto-artis-yang-akan-dipanggil-polda-jatim-terkait-kasusu-prostitusi-online, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.26 Wib.
- https://news.okezone.com/read/2019/01/13/340/2003851/namanya-disebut-polda-jatim-soal-prostitusi-online-ini-cuitan-finalis-puteri-indonesia, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.29 Wib.
- http://suryamalang.tribunnews.com/2019/01/14/vanessa-angel-akui-tak-terlibat-prostitusi-artis-polda-jatim-punya-versi-lain-soal-sepak-terjangnya, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.29 WIB.
- http://suryamalang.tribunnews.com/2019/01/11/artis-finalis-puteri-indonesia-terkait-dugaan-prostitusi-ini-langkah-polda-jatim-saat-mengusutnya, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.36 WIB.
- https://www.suara.com/news/2019/01/08/124036/polisi-gelar-perkara-kasus-prostitusi-online-vanessa-angel, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.40 Wib.
- http://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/11/polda-jatim-beberkan-6-artis-yang-diduga-terlibat-prostitusi-online-ada-2-finalis-puteri-indonesia, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.45 Wib.
- http://makassar.tribunnews.com/2019/01/06/dibayar-rp-80-juta-artis-vanessa-angel-inisial-va-kencan-di-hotel-lelaki-ini-bukan-orang-biasa, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 23.57 WIB.
- https://www.liputan6.com/showbiz/read/3864510/berani-bayar-rp-80-juta-pengusaha-yang-memesan-artis-va-bergerak-di-bidang-jasa, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pada pukul 23.58 Wib.
- https://idreporter.net/v/rela-bayar-rp-80-juta-begini-alasan-pria-ini-pilih-vanessa-angel-ketimbang-artis-lain-cAIKR1wTWoI.html, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 23.59 WIB.
[1] https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2019/01/11/rilis-terbaru-polda-jatim-nama-nama-artis-terlibat-prostitusi-online/,
diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.01 Wib.
[2] https://www.youtube.com/watch?v=YfAxCsKqzAY,
diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 00.10 Wib.
[3] http://suryamalang.tribunnews.com/2019/01/14/vanessa-angel-akui-tak-terlibat-prostitusi-artis-polda-jatim-punya-versi-lain-soal-sepak-terjangnya,
diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.29 WIB.
[4] http://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/11/polda-jatim-beberkan-6-artis-yang-diduga-terlibat-prostitusi-online-ada-2-finalis-puteri-indonesia,
diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 17.45 Wib.
[5] Machyudin Agung Harahap, Kapitalisme Media – Ekonomi Politik Berita
dan Diskursus Televisi, Aura Pustaka, Yogjakarta, 2013, hal. 19-11
[6] Majda El
Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002,
Edisi Pertama Cetakan ke–3, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 30.