Selamat Datang di Blog Pribadi Saya. Terima kasih atas kunjungan Anda. Silahkan sampaikan komentar, kritik, serta saran Anda pada bagian yang telah Saya sediakan.

Teori dan Asas Hukum Pengangkutan

Kamis, 03 Januari 2019

Teori hukum pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad :
Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkonstruksikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan. Teori hukum pengangkutan merupakan gambaran secara jelas rekonstruksi ketentuan undang-undang atau perjanjian bagaimana seharusnya para pihak berbuat sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai.
Apabila teori hukum pengangkutan ini diterapkan pada pengangkutan, penerapannya disebut praktik hukum pengangkutan. Praktik hukum pengangkutan merupakan peristiwa mengenai pengangkutan. Rangkaian peristiwa tersebut merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan kedalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penurunan/pembongkaran di tempat tujuan. Proses rangkaian perbuatan ini dapat diamati secara nyata pada setiap pelaksanaan pengangkutan. Dengan kata lain, teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai nilai guna jika dilaksanakan melalui setiap jenis pengangkutan, yaitu pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan udara.[1]

Konsep Hukum Pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad meliputi tiga aspek, diantaranya:
1.         Pengangkutan sebagai usaha (business).
Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam bentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.   
2.         Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat. Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya disebut karcis penumpang.
3.         Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process).
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut. Kemudian dibawa oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu subjek pengangkutan, status pelaku pengangkutan, objek pengangkutan, peristiwa pengangkutan dan hubungan pengangkutan.[2]

Menurut Abdulkadir Muhammad asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis dalam pelaksanaan hukum pengangkutan yang diklasifikasi menjadi dua yaitu :
1.      Asas hukum publik.
Merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara).
2.      Asas Hukum Perdata.
Merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penunpang atau pemilik barang.[3]
Dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yakni pengangkut dan pengguna jasa angkutan udara. Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan pengangkut penumpang, kargo dan/atau pos dengan memungut bayaran. Sedangkan pihak pengguna jasa angkutan udara niaga yaitu penumpang, pengirim barang serta pihak ketiga. Bila dikaitkan dengan penumpang, maka Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian yaitu perjanjian angkutan udara yang dibuktikan dengan tiket.[4]
Sebagaimana suatu perjanjian (verbitenis) dimana merupakan manifestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka didalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi[5] oleh para pihak atau yang biasa disebut dengan istilah “prestasi.”
Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai ke tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai jadual yang telah ditetapkan dan lain-lainnya.[6]
Sementara kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang di bawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang masuk kategori berbahaya, mentaati ketentuan perundang-undangan dan ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan.
Secara teoretis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan yang mengikat secara hukum dimana satu pihak menyanggupi untuk memenuhi kewajiban hukumnya yakni menyanggupi memberikan jasa penerbangan untuk membawa orang atau barang dari bandara udara satu ke bandara udara lainnya dengan nyaman, aman dan tepat waktu. Sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk memenuhi kewajiban hukumnya yakni membayar ongkos atas jasa dimaksud.[7]
Asas perjanjian di dalam hukum pengangkutan mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian para pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Tiket/karcis penumpang dan dokumen pengangkutan merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak.[8]


[1]Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2008, hal. 7-8.
[2]Ibid., hal. 1-4.
[3]Ibid., hal.13-16.
[4]Lihat E. Saifullah Wiradipraja, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia”, Vol 25, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, 2006, hal. 5.
[5]Lihat R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.1-6.
[6]Lihat Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 6-8.
[7]Lihat R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya, Bandung, 1995, hal. 69.
[8]Lihat Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.14-16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 mr giepie All Rights Reserved.
Template Design by CSATLZone | Published by Jambi Law Club | Powered by Blogger.com.