Prinsip Kedaulatan dan
Tanggung Jawab Negara.
Prinsip ini dikenal
dengan istilah Souvereignity and state responsibility. Prinsip
ini dirumuskan dalam Prinsip ke – 2 Deklarasi Rio yang berbunyi
“State have, in
accordance with the Charter of the United Nations and the principle of
international law, the souvereignity right to exploit their own resources
persuant to their own environtmental and development policies, and
responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or contorl
do not cause damage to the environmental of other states or of areas beyond
limits of national jursdiction.”
Prinsip ini mengandung
makna bahwa setiap negara diakui kedaulatannya untuk memanfaatkan sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang berada dalam batas – batas teritorial atau
yuriksi negara yang bersangkutan. Namun kedaulatan atas hak atau pemanfaatan
pelaksanaan hak harus disertai tanggung jawab. Pemanfaatan tidak boleh
merugikan negara – negara lain. Prinsip ini sesuai dengan adigium latin
yakni sic utere tuo ut alienum non leadas yang artinya gunakan
hak anda sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Pertanggung jawaban negara amat relevan dalam konteks hukum internasional.
Prinsip keadilan antar
generasi.
Dikenal dengan
istilah Intergenerational equity. Prinsip ini
dirumuskan dalam prinpsip ke – 3 Deklarasi Rio, yang berbunyi :
“the right to
development must be fulfilled so as to equitably meet development and
enviromental needs of present and future generations.”
Prinsip ini mengandung
makna bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh generasi
sekarang masa data atas sumber daya alam dan lingkungan hidup. Prinsip ini juga
mengandung makna bahwa generasi sekarang memiliki kewajiban menggunakan sumber
daya akan secara hemat dan bijaksana serta melaksanakan konversi sumber daya
alam sehingga sumber daya alam tetap tersedia dalam kualitas maupun kuantitas
yang cukup untuk dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Adalah tidak bijaksana
jika generasi sekarang meninggalkan sumber – sumber air, tanah, dan udara yang
telah tercemar sehingga generasi masa datang tidak lagi dapat memandaatkan
sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip ini diharapkan
menjadi dasar pengembangan hukum lingkungan nasional maupun hukum
internasional.
Prinsip keadilan
intragenerasi.
Dikenal dengan
istilah intragenerational equity, Prinsip ini
termaktub dalam Prinsip 5 dan Prinsip 6 Deklarasi Rio. Pada Prinsip 5 berbunyi
yaitu :
“all states and all
people shall corporate in the esensial task of eradicating poverity as an
indespensible requirement for sustainable development, in order to decrease the
disparities in standards of living and better needs of the majory of the people
of the world.”
Prinsip 6 berbunyi :
“the special situation
and needs of developing countries, particularly the least develope and those
most environmentally vurnerable, shall be given special priority. International
actions in the field of environment and development should also addres the
internest and needs of all countries.”
Prinsip ini mengandung
dua makna, yakni dalam konteks hukum nasional dan makna hukum internasional.
Pasalnya prinsip keadilan intragenerasi ini relevan bagi pengembangan hukum
nasional dan hukum internasional.
Dalam konteks hukum
nasional, prinsip ini mengandung makna bahwa kemiskinan dan kesejangan
kehidupan dalam masyarakat merupakan masalah – masalah yang perlu diberantas.
Maka dari itu akses pemanfaatan atas sumber daya alam tidak boleh dimonopoli
oleh kelompok tertentu. Tetapi sumber daya alam semestinya menjadi modal untuk
peningkatan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, salah satu
kebijakan yang bertentangan dengan prinsip di atas adalah kebijakan kehutanan
berdasarkan pada Undang – undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok
Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan
dan Hak pemungutan Hasil Hutan yang mana memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
kepada perusahaan – perusahaan swasta yang dikuasai oleh beberap gelintir orang
atau keluarga, sehingga kawasan – kawasan hutan Indonesia dikuasai oleh
beberapa orang atau keluarga saja. Sementara di sisi lain, masyarakat adat yang
tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hidupnya tetap miskin dan terkadang
sering kali haknya untuk memanfaatkan sumber daya hutan ditolak oleh pemegang
HPH.
Dalam konteks hukum
internasional, prinsip ini mengandung makna bahwa pembangunan merupakan upaya –
upaya negara berkembangan untuk memenuhi kebuhan dan memperbaiki kualitas
kehidupan mereka. Dewasa ini, terjadi kesenjangan tingkat kosumsi negara –
negara maju dengan negara – negara berkembang. Contohnya kosumsi terhadap
minyaki, tingkat kosumsi negara – negara maju lebih besar bila dibanding dengan
negara – negara berkembang.
Prinsip keterpaduan
antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan.
Prinsip ini tercermin
dalam Prinsip ke – 4 Deklarasi Rio yang berbunyi :
“in order to achieve
sustainable sustainable development, environment protection shall constitute an
integral part of the development procces and cannot be cinsidered in isolation
form it.”
Perwujudan dari prinsip
keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan adalah
pemberlakuan AMDAL dan perlunya ketersediaan informasi lingkungan dalam proses
pengambilan keputusan pemerintah.
Prinsip tanggung jawab
bersama tetapi berbeda.
Dikenal dengan
istilah Common but Differentiaded Principle. Prinsip
ini dirumuskan didalam prinsip 7 Deklarasi Rio yang berbunyi :
“state shall cooporate
in a spirit of global partneship of earth’s ecosystem. In view of the different
contribution to global environmental degradation countries acknowladge the
responsibility tha they bear in the international pursuit of sustaninable
development in view of the pressure their societies place on th global
environment and of the tecnologies and financial resources the command.”
Prinsip ini mengakui
adanya tanggung jawab negara – negara maju dalam penanggulangan masalah –
masalah lingkungan. Dalam konvensi perubahan iklim negara – negara maju diminta
untuk memainkan peran utama dalam penanggulangan perubahan iklim. Namun konsep
tanggung jawab bersama, tetapi berbeda merupakan masalah yang pelik di antara
negara – negara maju berkembang karena masih belum begitu jelas sejauhmana
konsep ini mengandung kewajiban hukum negara – negara maju untuk misalkan memberi
bantuan keuangan, pembangunan kapasitas, alih teknolog kepada negara – negara
berkembangan dan tolerasi atas ketidaktaatan negara – negara berkembang
terhadap konvesi perubahan iklim.
Prinsip tindakan
pencegahan.
Prinsip pencegahan
mewajibkan agar langkah pencegahan dilakukan pada tahap seidini mungkin. Dalam
konteks pengendalian pencemaran, perlindungan lingkungan paling baik dilakukan
dengan cara pencegahan pencemaran daripada penanggulangan atau pemberian ganti kerugian.
Dalam Deklarasi Rio pencegahan dirumuskan dalam Prinsip 11 yang berbunyi :
“state all enact
effective environmental legislation”....
Prinsip ini berhubungan
dengan prinsip kehati – hatian. Kedua prinsip menekankan pentingnya
langkah antisipasi pencegahan terjadinya masalah – masalah lingkungan.
Prinsip keberhati –
hatian.
Dikenal dengan
istilah precauntionary principle, yaitu prinsip
keberhati – hatian dirumuskan dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio berbunyi :
“in order to protect the
environment, the precauntionary approach shall be widely applied by states
according to capabilities. Where the are threat of serious or
irreversible damage, lack of full scientific certainly shall no be used as a
reason for postponing cost – effective easures to prevent environmental
degradation.”
Prinsip ini mencerinkan
pengakuan bahwa kepastian ilmiah sering datangnya terlambat untuk dapat
digunakan menjadi dasar perbuatan kebijakan atau pengambilan keputusan. Langkah
– langkah pencegahan tidak boleh ditunda hanya karena alasan bahwa kerugian
lingkungan belum pasti terwujud atau karena adanya perbedaan pandangan di
antara para ahli. Pengtahuan para ahli tentang hubungan sebab akibat antara
industrialisasi dan teknologi dengan lingkungan tidak selalu sempurna dan serba
pasti sehingga dampak negatif baru dapat diungkapkan atau diketahui setelah
bertahun – tahun kemudian. Dampak negatif itu sendiri sering kali bersifat
kerugian yang tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible damage). Maka
dari itu, langkah – langkah perlindungan tetap perlu dilakukan meskipun
terdapat ketidakpastian ilmiah tentang dampak negatif suatu rencana
kegiatan.
Prinsip bekerjasama dan
bertetangga baik dan bekerjasama internasional.
Prinsip ini dirumuskan
dalam Prinsip 18, 19, dan 27 Deklarasi Rio. Pada prinsip ke – 18 mengandung
pengertian bahwa negara – negara yang mengetahui terjadinya bencana lingkungan
– yang berkemungkinan membahayakan lingkungan negara tetangganya – berkewajiban
untuk memberitahu negara tetangganya tentang bencana tersebut.
Pada Prinsip 19,
mengandung makna bahwa negara – negara yang di dalamnya wilayah mereka terdapat
kegiatan – kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak negatif lintas batas,
berkewajiban untuk memberi tahu secepatnya negara – negara tetangga tentang
kegiatan – kegiatan itu dan melakukan konsultasi awal dengan itikad baik.
Sementara pada Prinsip
ke – 27, mewajibkan negara – negara untuk membangun semangat kerja sama dengan
itikad baik dan kemintraan dalam mewujudkan prinsip – prinsip yang tercantum
dalam Deklarasi Rio serta dalam pengembangan lebih lanjut hukum iternasional
dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Ketiga prinsip ini
menjadi fundamen penting bagi pengembangan hukum lingkungan internasional.
Prinsip Pencemaran
Berbayar.
Rumusan Prinsip ke – 16
Deklarasi Rio ini mengandung makna bahwa pemerintah negara peserta Konferensi
Rio harus menerapkan kebijakan internalisasi biaya lingkungan dan penggunaan
instrumen ekonomi. Internalisasi biaya berarti setiap pelaku usaha harus
memasukan biaya – biaya lingkunga yang ditimbulkan oleh usahanya ke dalam biaya
produksi.
Prinsip demokrasi &
peran serta masyarakat.
Prinsip demokrasi dan
peran serta masyarakat atau kadang disebut prinsip penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dirumuskan di dalam Prinsip ke – 10 Deklarasi Rio. Keberadaan prinsip
ini menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup bukan semata – mata urusan
aparatur pemerintah atau para ahli yang bekerja di instansi – instansi
pemerintah, tetapi juga warga atau masyarakat, baik secara perorangan maupun
kelompok. Meskipun pemerintah biasanya didukung oleh para ahli, rencana,
kebijakan atau program pemerintah tidak dapat begitu saja diterima dan
dilaksanakan tanpa pelibatan masyarakat.
Unsur penting dari
konsep peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah bahwa
warga, baik secara perorangan maupun kelompok, memiliki hak untuk memperoleh informasi
tentang lingkungan hidup dari instansi pemerintah yang menguasai informasi.
Maka dari itu, negara perlu membuat dan menyediakan prosedur atau mekanisme
yang memungkinkan bagi warga mengakses informasi yang tersedia. Negara juga
perlu mengembangkan prosedur administrasi maupun hukum yang memungkinkan
masyarakat untuk mempertahankan dan memulihkan hak – haknya.