Selamat Datang di Blog Pribadi Saya. Terima kasih atas kunjungan Anda. Silahkan sampaikan komentar, kritik, serta saran Anda pada bagian yang telah Saya sediakan.

Prinsip-Prinsip Sustainable Development

Minggu, 25 November 2018 | 0 komentar

Prinsip Kedaulatan dan Tanggung Jawab Negara.
Prinsip ini dikenal dengan istilah Souvereignity and state responsibility. Prinsip ini dirumuskan dalam  Prinsip ke – 2 Deklarasi Rio yang berbunyi
State have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principle of international law, the souvereignity right to exploit their own resources persuant to their own environtmental and development policies, and responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or contorl do not cause damage to the environmental of other states or of areas beyond limits of national jursdiction.”
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap negara diakui kedaulatannya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berada dalam batas – batas teritorial atau yuriksi negara yang bersangkutan. Namun kedaulatan atas hak atau pemanfaatan pelaksanaan hak harus disertai tanggung jawab. Pemanfaatan tidak boleh merugikan negara – negara lain. Prinsip ini sesuai dengan adigium latin yakni sic utere tuo ut alienum non leadas yang artinya gunakan hak anda sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain. Pertanggung jawaban negara amat relevan dalam konteks hukum internasional.

Prinsip keadilan antar generasi.
Dikenal dengan istilah Intergenerational equityPrinsip ini dirumuskan dalam prinpsip ke – 3 Deklarasi Rio, yang berbunyi :
“the right to development must be fulfilled so as to equitably meet development and enviromental needs of present and future generations.”
Prinsip ini mengandung makna bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh generasi sekarang masa data atas sumber daya alam dan lingkungan hidup. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa generasi sekarang memiliki kewajiban menggunakan sumber daya akan secara hemat dan bijaksana serta melaksanakan konversi sumber daya alam sehingga sumber daya alam tetap tersedia dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Adalah tidak bijaksana jika generasi sekarang meninggalkan sumber – sumber air, tanah, dan udara yang telah tercemar sehingga generasi masa datang tidak lagi dapat memandaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip ini diharapkan menjadi dasar pengembangan hukum lingkungan nasional maupun hukum internasional.

Prinsip keadilan intragenerasi.
Dikenal dengan istilah intragenerational equity, Prinsip  ini termaktub dalam Prinsip 5 dan Prinsip 6 Deklarasi Rio. Pada Prinsip 5 berbunyi yaitu :
“all states and all people shall corporate in the esensial task of eradicating poverity as an indespensible requirement for sustainable development, in order to decrease the disparities in standards of living and better needs of the majory of the people of the world.”
Prinsip 6 berbunyi :
“the special situation and needs of developing countries, particularly the least develope and those most environmentally vurnerable, shall be given special priority. International actions in the field of environment and development should also addres the internest and needs of all countries.
Prinsip ini mengandung dua makna, yakni dalam konteks hukum nasional dan makna hukum internasional. Pasalnya prinsip keadilan intragenerasi ini relevan bagi pengembangan hukum nasional dan hukum internasional.
Dalam konteks hukum nasional, prinsip ini mengandung makna bahwa kemiskinan dan kesejangan kehidupan dalam masyarakat merupakan masalah – masalah yang perlu diberantas. Maka dari itu akses pemanfaatan atas sumber daya alam tidak boleh dimonopoli oleh kelompok tertentu. Tetapi sumber daya alam semestinya menjadi modal untuk peningkatan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, salah satu kebijakan yang bertentangan dengan prinsip di atas adalah kebijakan kehutanan berdasarkan pada Undang – undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak pemungutan Hasil Hutan yang mana memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada perusahaan – perusahaan swasta yang dikuasai oleh beberap gelintir orang atau keluarga, sehingga kawasan – kawasan hutan Indonesia dikuasai oleh beberapa orang atau keluarga saja. Sementara di sisi lain, masyarakat adat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hidupnya tetap miskin dan terkadang sering kali haknya untuk memanfaatkan sumber daya hutan ditolak oleh pemegang HPH.
Dalam konteks hukum internasional, prinsip ini mengandung makna bahwa pembangunan merupakan upaya – upaya negara berkembangan untuk memenuhi kebuhan dan memperbaiki kualitas kehidupan mereka. Dewasa ini, terjadi kesenjangan tingkat kosumsi negara – negara maju dengan negara – negara berkembang. Contohnya kosumsi terhadap minyaki, tingkat kosumsi negara – negara maju lebih besar bila dibanding dengan negara – negara berkembang.

Prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan.
Prinsip ini tercermin dalam Prinsip ke – 4 Deklarasi Rio yang berbunyi :
“in order to achieve sustainable sustainable development, environment protection shall constitute an integral part of the development procces and cannot be cinsidered in isolation form it.” 
Perwujudan dari prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan adalah pemberlakuan AMDAL dan perlunya ketersediaan informasi lingkungan dalam proses pengambilan keputusan pemerintah.

Prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda.
Dikenal dengan istilah Common but Differentiaded Principle. Prinsip ini dirumuskan didalam prinsip 7 Deklarasi Rio yang berbunyi :
“state shall cooporate in a spirit of global partneship of earth’s ecosystem. In view of the different contribution to global environmental degradation countries acknowladge the responsibility tha they bear in the international pursuit of sustaninable development in view of the pressure their societies place on th global environment and of the tecnologies and financial resources the command.
Prinsip ini mengakui adanya tanggung jawab negara – negara maju dalam penanggulangan masalah – masalah lingkungan. Dalam konvensi perubahan iklim negara – negara maju diminta untuk memainkan peran utama dalam penanggulangan perubahan iklim. Namun konsep tanggung jawab bersama, tetapi berbeda merupakan masalah yang pelik di antara negara – negara maju berkembang karena masih belum begitu jelas sejauhmana konsep ini mengandung kewajiban hukum negara – negara maju untuk misalkan memberi bantuan keuangan, pembangunan kapasitas, alih teknolog kepada negara – negara berkembangan dan tolerasi atas ketidaktaatan negara – negara berkembang terhadap konvesi perubahan iklim.

Prinsip tindakan pencegahan.
Prinsip pencegahan mewajibkan agar langkah pencegahan dilakukan pada tahap seidini mungkin. Dalam konteks pengendalian pencemaran, perlindungan lingkungan paling baik dilakukan dengan cara pencegahan pencemaran daripada penanggulangan atau pemberian ganti kerugian.  Dalam Deklarasi Rio pencegahan dirumuskan dalam Prinsip 11 yang berbunyi :
“state all enact effective environmental legislation”.... 
Prinsip ini berhubungan dengan prinsip kehati – hatian.  Kedua prinsip menekankan pentingnya langkah antisipasi pencegahan terjadinya masalah – masalah lingkungan.

Prinsip keberhati – hatian.
Dikenal dengan istilah precauntionary principleyaitu prinsip keberhati – hatian dirumuskan dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio berbunyi :
“in order to protect the environment, the precauntionary approach shall be widely applied by states according to capabilities. Where the are threat of serious or irreversible damage, lack of full scientific certainly shall no be used as a reason for postponing  cost – effective easures to prevent environmental degradation.”
Prinsip ini mencerinkan pengakuan bahwa kepastian ilmiah sering datangnya terlambat untuk dapat digunakan menjadi dasar perbuatan kebijakan atau pengambilan keputusan. Langkah – langkah pencegahan tidak boleh ditunda hanya karena alasan bahwa kerugian lingkungan belum pasti terwujud atau karena adanya perbedaan pandangan di antara para ahli. Pengtahuan para ahli tentang hubungan sebab akibat antara industrialisasi dan teknologi dengan lingkungan tidak selalu sempurna dan serba pasti sehingga dampak negatif baru dapat diungkapkan atau diketahui setelah bertahun – tahun kemudian. Dampak negatif itu sendiri sering kali bersifat kerugian yang tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible damage). Maka dari itu, langkah – langkah perlindungan tetap perlu dilakukan meskipun terdapat ketidakpastian ilmiah tentang dampak negatif  suatu rencana kegiatan.

Prinsip bekerjasama dan bertetangga baik dan bekerjasama internasional.
Prinsip ini dirumuskan dalam Prinsip 18, 19, dan 27 Deklarasi Rio. Pada prinsip ke – 18 mengandung pengertian bahwa negara – negara yang mengetahui terjadinya bencana lingkungan – yang berkemungkinan membahayakan lingkungan negara tetangganya – berkewajiban untuk memberitahu negara tetangganya tentang bencana tersebut.
Pada Prinsip 19, mengandung makna bahwa negara – negara yang di dalamnya wilayah mereka terdapat kegiatan – kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak negatif lintas batas, berkewajiban untuk memberi tahu secepatnya negara – negara tetangga tentang kegiatan – kegiatan itu dan melakukan konsultasi awal dengan itikad baik.
Sementara pada Prinsip ke – 27, mewajibkan negara – negara untuk membangun semangat kerja sama dengan itikad baik dan kemintraan dalam mewujudkan prinsip – prinsip yang tercantum dalam Deklarasi Rio serta dalam pengembangan lebih lanjut hukum iternasional dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan.  Ketiga prinsip ini menjadi fundamen penting bagi pengembangan hukum lingkungan internasional.

Prinsip Pencemaran Berbayar.
Rumusan Prinsip ke – 16 Deklarasi Rio ini mengandung makna bahwa pemerintah negara peserta Konferensi Rio harus menerapkan kebijakan internalisasi biaya lingkungan dan penggunaan instrumen ekonomi. Internalisasi biaya berarti setiap pelaku usaha harus memasukan biaya – biaya lingkunga yang ditimbulkan oleh usahanya ke dalam biaya produksi.

Prinsip demokrasi & peran serta masyarakat.
Prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat atau kadang disebut prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dirumuskan di dalam Prinsip ke – 10 Deklarasi Rio. Keberadaan prinsip ini menegaskan  bahwa pengelolaan lingkungan hidup bukan semata – mata urusan aparatur pemerintah atau para ahli yang bekerja di instansi – instansi pemerintah, tetapi juga warga atau masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok. Meskipun pemerintah biasanya didukung oleh para ahli, rencana, kebijakan atau program pemerintah tidak dapat begitu saja diterima dan dilaksanakan tanpa pelibatan masyarakat.
Unsur penting dari konsep peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah bahwa warga, baik secara perorangan maupun kelompok, memiliki hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan hidup dari instansi pemerintah yang menguasai informasi. Maka dari itu, negara perlu membuat dan menyediakan prosedur atau mekanisme yang memungkinkan bagi warga mengakses informasi yang tersedia. Negara juga perlu mengembangkan prosedur administrasi maupun hukum yang memungkinkan masyarakat untuk mempertahankan dan memulihkan hak – haknya.


Kedudukan Hukum Anak Terhadap Harta Warisan Dalam Hukum Waris Islam

Senin, 19 November 2018 | 0 komentar


Analisis pertanyaan:

Bagaimana kedudukan hukum anak terhadap harta warisan dalam hukum waris Islam.

NDA, Muaro Jambi.

Jawaban :

Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur secara tegas di dalam Alqur’an dan hukum positif di Indonesia.

Alquran menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan. Pembagian masing-masing ahli waris baik itu laki- laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam Alquran.

Firman Allah swt:


Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An -Nisa: 7).


Mengenai bagian laki-laki,
Firman Allah swt :  

“ Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…” (An- Nisa: 11).


Kemudian, Allah swt menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman yang mentaati ketentuan-Nya dalam pembagian harta warisan dan ancaman siksa bagi mereka yang mengingkari-Nya.
Firman Allah swt:


Artinya: (Hukum-hukum) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya, sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang menudurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan -ketentuan-Nya niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (An-Nisa: 13-14).

Ayat di atas jelas menunjukkan perintah dari Allah SWT agar umat Islam melaksanakan pembagian harta warisan berdasarkan hukum yang ada dalam Alquran. Rasulullah SAW. mempertegas lagi dengan sabdanya:

“Bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW. Bersabda: Bagikanlah harta warisan itu kepada para pewaris yang mendapat bagian pasti sesuai dengan kitabullah…” (HR. Muslim).

Kemudian, dalam hukum positif di Indonesia mengenai pebagian waris bagi warga yang beragama Islam diatur didalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991), secara umum dapat dilihat di dalam Buku II tentang Hukum Kewarisan Pasal 171 sampai dengan Pasal 214

Adapun pengertian Pewaris menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

Sedangkan pegertian ahli waris yaitu adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan dara atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Sementara yang dimaksud dengan harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh Pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Adapun kelompok ahli waris menurut Pasal 174 KHI :
Ayat (1) :
a.         Menurut hubungan darah :
·      Golongan laki-laki terdiri dari : Ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
·      Golongan perempuan terdiri dari : Ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
b.        Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.

Ayat (2) :
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Bagaimana dengan kedudukan anak didalam hukum waris Islam ?.

Kedudukan anak dalam hukum waris Islam jelas dan tegas disebutkan dalam surah An- Nisa: 11 :
Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…”

Selanjutnya berdasarkan Pasal 174 KHI disebutkan secara tegas kelompok ahli waris menurut hubungan darah diantaranya adalah anak laki-laki dan anak perempuan.

Bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris memiliki kedudukan hukum di dalam hukum waris Islam dan dapat dinyatakan memiiki hak atas harta warisan Pewaris, kecuali terhalang sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud Pasal 173 KHI.

Namun demikian, secara hukum harus pula dibuktikan hubungan darah diatas apakah benar anak tersebut memiliki hubungan darah Pewaris. Bilamana dapat dibuktikan memiliki hubungan darah, dan selama tidak terhalang menjadi ahli waris sebagaimana dimaksud Pasal Pasal 173 KHI, maka anak tersebut memiliki kedudukan hukum dan hak yang sama atas harta warisan Pewaris.

Demikian, semoga bermanfat.


Bentuk Harta Bersama

Minggu, 18 November 2018 | 0 komentar


Pertanyaan :
Apa saja bentuk harta bersama menurut hukum ?

DEL, Tebo

Jawaban :
Bahwa menurut Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa
(1)   Harta bersama sebagaimana dimaksud Pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud;
(2)   Harta bersama yang berwujud dapat meliputi  benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga;
(3)   Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban;
(4)   Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain;

Bahwa secara umum mengenai barang berwujud dan tidak berwujud, barang tidak bergerak  dan bergerak diatur juga dalam Buku Kedua Tentang Kebendaan KUH Perdata Pasal 499 s/d Pasal 528 KUH Perdata;

Bahwa istiah benda menurut Pasal 499 KUH Perdata yaitu menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik;

Bahwa dalam KUH Perdata juga dikenal istilah barang bertubuh atau tidak bertubuh (Pasal 503), barang bergerak dan barang tidak bergerak (Pasal 504), dan barang bergerak yang dapat dihabiskan dan ada barang yang bergerak tidak dapat dihabiskan, yang dapat dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena dipakai (Pasal 505);

Bahwa secara umum yang dimaksud barang tidak bergerak menurut Pasal 506 KUH Perdata, diantaranya :
1.   Tanah perkarangan dan apa yang didirikan di atasnnya;
2.   Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510;
3.   Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya mencancap dalam tanah, buat pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti batubara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah;
4.   Kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tiggi, selama belum ditebang;
5.   Pipa salurang yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau perkarangan; dan pada umumnya segaa sesuatu yang tertancap dalam perkarangan atau terpaku pada bangunan;

Bahwa secara umum yang dimaksud barang tidak bergerak karena tujuan menurut Pasal 507 KUH Perdata, diantaranya :
1.   Pada pabrik; barang hasil pabrik, penggilangan, penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun baran itu tidak terpaku;
2.   Pada perumahan; cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar, atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;
3.   Dalam pertanahan; lungkang atau tumbuhan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah, kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada dalam kolam;
4.   Runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila dipergunakan untuk pembangunan kembali. Dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya;
Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian, pekerjaann perkayuan dan pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian dari barang tak bergerak dimana barang-barang itu dilekatkan;

Bahwa hak-hak yang termasuk juga sebagai barang tak bergerak menurut Pasal 508 KUH Perdata, diantaranya ;
1.   Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak;
2.   Hak pengabdian tanah;
3.   Hak numpang karang;
4.   Hak guna usaha;
5.   Bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang;
6.   Hak sepersepuluhan;
7.   Bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu;
8.   Gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tidak bergerak;

Bahwa barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan (Pasal 509 KUH Perdata);

Bahwa yang dianggap barang bergerak karena ditentukan undang-undang (Pasal 511 KUH Perdata), diantaranya adalah :
1.   Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak;
2.   Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus menerus, maupun bunga cagak hidup;
3.   Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak;
4.   Bukti saham atau saham dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan perusahaan, sekalipun barang barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang barang bergerk, tetapi hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan;
5.   Saham dalam hutang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertifikat, surat pengakuan uang, obligasi atau surat berharga lainnya, beserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang berhubungan dengan itu;
6.   Sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara asing;

Bahwa sebagaimana ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa harta bersama dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, serta benda bergerak dan tidak bergerak;






| 0 komentar

Tebo, Provinsi Jambi




Kedudukan Hukum Suami / Isteri Beragama Islam Terhadap Harta Bersama

| 0 komentar


Pertanyaan :
Bagaimanakah kedudukan hukum mantan suami / isteri beragama Islam terhadap harta Bersama ?

TET, Jambi.

Jawaban :

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menerangkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

Menurut Hukum Islam di Indonesia menerangkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah penikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah (Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hal. 114);

Perkawinan dimaksud mempunyai tujuan untuk memperoleh keturunan, mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah warahmah, juga untuk dapat bersama-sama hidup pada suatu masyarakat dalam perikatan kekeluargaan. Berkenaan dengan itu, guna keperluan hidup bersama-sama tersebut dibutuhkan suatu kekayaan duniawi yang diperlukan dan dapat dipergunakan oleh suami isteri guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kekayaan duniawi ini yang disebut harta perkawinan, harta keluarga, ataupun harta bersama (Soerodjo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, hal 149);

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 35 ayat (1)  dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa :
(1)       harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama;
(2)       harta bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain;

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1 huruf g Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991)  yang dimaksud dengan harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Bahwa dalam yurisprudensi peradilan agama juga dijelaskan bahwa harta bersama yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam kaitan dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantara istri maupun lewat perantara suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil karya-karya dari suami istri dalam kaitannya dengan perkawinan.

Hal mana juga dapat ditemukan di dalam KUH Perdata Pasal 119 bahwa sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadinya harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri;

Bahwa menurut Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa
(1)       Harta bersama sebagaimana dimaksud Pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud;
(2)       Harta bersama yang berwujud dapat meliputi  benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga;
(3)       Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban;
(4)       Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain;

Bahwa mengenai barang berwujud dan tidak berwujud, barang tidak bergerak dan bergerak diatur juga dalam Buku Kedua Tentang Kebendaan KUH Perdata Pasal 499 s/d Pasal 528 KUH Perdata;

Bahwa sebagaimana ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa harta bersama dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, serta benda bergerak dan tidak bergerak;

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa :
(1)       mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak;
(2)       mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya;

Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) menegaskan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri;

Bahwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 Kompilasi Hukum Islam, pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan isteri karena perkawinan, dan harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olenya;

Bahwa mengenai harta bawaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa :
(1)       harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan;
(2)       suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah, atau lainnya;

Bahwa berdasarkan perihal tersebut di atas menegaskan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. Khusus mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya kecuali ditentukan lain oleh para pihak.

Bahwa berkenaan dengan “kecuali ditentukan lain oleh para pihak” adalah bilamana mengenai harta bawaan tersebut terdapat penggabungan harta yang dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Bahwa meskipun masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum selama dalam pernikahan, memiliki kedudukan yang sama, akan tetapi berkaitan dengan harta bersama, baik suami atau pun isteri dapat bertindak berdasarkan persetujuan para pihak, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak;

Bahwa bahkan suami atau isteri tidak diperkenankan menjual atau memindahkan harta bersama sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam yaitu suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama;

Bahwa masing-masing pihak sebagaimana dimaksud Pasal 89 dan Pasal 90 Kompilasi Hukum Islam, bahwa suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri, demikian pula isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya;

Bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami-isteri tentang harta bersama, sebagaimana dimaksud Pasal 88 Kompilasi hukum Islam maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama;

Bahwa hal yang perlu juga diperhatikan adalah apakah pernikahan itu sah menurut hukum dan putusnya pernikahan sah menurut hukum. Bila fakta hukumnya bahwa terlah terjadinya suatu pernikahan secara sah menurut hukum dan bila bilamana putusnya suatu pernikahan karena perceraian dengan cara dan sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua  (½)  dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan;

Bahwa pengaturan demikian jug dapat dijumpai di dalam Pasal 128 KUH Perdata menegaskan bahwa  Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang.

Bahwa dalam konteks ini berlaku asas personalistas keislaman. Sehingga hukum yang berlaku adalah hukum Islam dan lembaga yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa harta bersama adalah Pengadilan Agama.

Bahwa berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 terbitan Mahkamah Agung RI Tahun 2012, pada halaman 368 (tiga ratus enam puluh delapan) menyebutkan kedudukan Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 3 Tahun 2006;

Bahwa berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 terbitan Mahkamah Agung RI Tahun 2012, pada halaman 369 (tiga ratus enam puluh Sembilan)  menyebutkan tentang kewenangan Peradilan Agama meliputi memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah;

Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 kemudian diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 Tentang peradilan agama, ditegaskan bahwa kekuasaan Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata khusus bagi agama islam, yang dikenal dengan asas personalitas keislaman. Bahwa asas Personalitas Keislaman adalah pola pengaturan kewenangan Pengadilan Agama yang tidak bisa di tundukkan oleh lembaga lain diluar Pengadilan Agama.

Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harta bersama baik dalam bentuk benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau benda tidak bergerak, selama dalam pernikahan tidak boleh dijual atau dipindahkan oleh suami atau isteri tanpa persetujuan para pihak, dan bilamana terjadi perselisihan terhadap harta bersama tersebut, maka penyelesaiannya diajukan melalui Pengadilan Agama;

Bahwa oleh karena putusnya pernikahan akibat perceraian (cerai hidup) yang sah menurut hukum maka terhadap harta bersama itu, masing-masing pihak memiliki hak dan kedudukan yang sama terhadap harta tersebut, kecuali ditentukan lain dalam suatu akta perjanjian, dan masing-masing memiliki hak ½ (setengah) bagian atas harta bersama;

Demikian, semoga bermanfaat.

 
© Copyright 2010-2011 mr giepie All Rights Reserved.
Template Design by CSATLZone | Published by Jambi Law Club | Powered by Blogger.com.