Analisis
pertanyaan:
Bagaimana kedudukan hukum anak terhadap
harta warisan dalam hukum waris Islam.
NDA,
Muaro Jambi.
Jawaban
:
Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah
diatur secara tegas di dalam Alqur’an dan hukum positif di Indonesia.
Alquran menjelaskan dan merinci secara detail
hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan. Pembagian masing-masing ahli
waris baik itu laki- laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam
Alquran.
Firman Allah swt:

Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan. (An -Nisa: 7).
Mengenai bagian laki-laki,
Firman Allah swt :
“ Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu
bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…” (An- Nisa:
11).
Kemudian, Allah swt menjanjikan surga bagi
orang-orang yang beriman yang mentaati ketentuan-Nya dalam pembagian harta
warisan dan ancaman siksa bagi mereka yang mengingkari-Nya.
Firman Allah swt:

Artinya: (Hukum-hukum) itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya
niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya,
sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang
besar. Dan barang siapa yang menudurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan
-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka sedang ia kekal
di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (An-Nisa: 13-14).
Ayat di atas jelas menunjukkan perintah dari Allah SWT
agar umat Islam melaksanakan pembagian harta warisan berdasarkan hukum yang ada
dalam Alquran. Rasulullah SAW. mempertegas lagi dengan sabdanya:
“Bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah
SAW. Bersabda: Bagikanlah harta warisan itu kepada para pewaris yang mendapat
bagian pasti sesuai dengan kitabullah…” (HR. Muslim).
Kemudian, dalam hukum
positif di Indonesia mengenai pebagian waris bagi warga yang beragama Islam
diatur didalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991), secara umum dapat
dilihat di dalam Buku II tentang Hukum Kewarisan Pasal 171 sampai dengan Pasal 214
Adapun pengertian
Pewaris menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu orang yang pada saat meninggalnya
atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam,
meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
Sedangkan pegertian ahli
waris yaitu adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan dara
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang
karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Sementara yang dimaksud
dengan harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh Pewaris baik yang
berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
Adapun kelompok ahli
waris menurut Pasal 174 KHI :
Ayat (1) :
a.
Menurut
hubungan darah :
·
Golongan
laki-laki terdiri dari : Ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan
kakek.
·
Golongan
perempuan terdiri dari : Ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
b.
Menurut
hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.
Ayat
(2) :
Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah,
ibu, janda atau duda.
Bagaimana
dengan kedudukan anak didalam hukum waris Islam ?.
Kedudukan anak dalam
hukum waris Islam jelas dan tegas disebutkan dalam surah An- Nisa: 11 :
Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu
bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…”
Selanjutnya berdasarkan
Pasal 174 KHI disebutkan secara tegas kelompok ahli waris menurut hubungan
darah diantaranya adalah anak laki-laki
dan anak perempuan.
Bahwa anak laki-laki
maupun anak perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris memiliki
kedudukan hukum di dalam hukum waris Islam dan dapat dinyatakan memiiki hak
atas harta warisan Pewaris, kecuali terhalang sebagai ahli waris sebagaimana
dimaksud Pasal 173 KHI.
Namun demikian, secara
hukum harus pula dibuktikan hubungan darah diatas apakah benar anak tersebut
memiliki hubungan darah Pewaris. Bilamana dapat dibuktikan memiliki hubungan
darah, dan selama tidak terhalang menjadi ahli waris sebagaimana dimaksud Pasal
Pasal 173 KHI, maka anak tersebut memiliki kedudukan hukum dan hak yang sama atas harta warisan Pewaris.
Demikian, semoga
bermanfat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar